BAB I
PENDAHULUAN
A.
Tujuan
-
Kita dapat mengetahui pengertian Al-Israiliyat.
-
Kita mengetahui sebab-sebab Al-israiliyat.
-
Kita mengetahui apa pendapat ulama tentang Al-Israiliyat.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………...
BAB I : Pendahuluan……………………………………………………………….
A. Tujuan Penulisan
B. Daftar Isi
BAB II :
Pembahasan ……………………………..……………………………….
Al-Israiliyat
A. Pengertian
Al-Israiliyat
B. Sebab dan Sumber
Al-Israiliyat
C. Sikap Ulama
Terhadap Al-Israiliyat
BAB III : Penutup…………………………………………………………………..
A. Kesimpulan
B. Daftar Pustaka
BAB II
PEMBAHASAN
ISRAILIYAT
1.
Pengertian Israiliyat
Kata Israiliyat adalah bentuk Jamak dari kata Israi Liyat. Israiliyat
merupakan cerita yang di kisahkan dari sumber Israil, yaitu Yakub dan Ishak Bin
Ibrahim, yang mempunyai keturunan 12, yang dinyatakan sebagai Yahudi adalah
juga Bani Israil.
Perkataan Israiliyat walaupun pada mulanya menunjukan kisah-kisah yang
diriwayatkan dari sumber Yahudi, tetapi di gunakan juga oleh ulama Tafsir dan
Hadist dengan membenarkan sebagian cerita-cerita Yahudiyah, bahkan lebih luas
dari pada itu. Israiliyat dalam istilah mereka menunjukan semua cerita lama
yang masuk kedalam Tafsir dan Hadist yang bersumber dari Yahudi dan Nasrani
atau selain keduanya.
Sesunggunya para ulama membenarkan Tafsir dan Hadist yang menyatakan
bahwa Israiliyat itu bersumber dari Yahudi berdasarkan kebiasaan dan diminannya
orang-orang Yahudi dalam menyebar luaskan cerita-cerita palsu. Orang-orang
Yahudi adalah kaum pendusta. Maka sangan benci dan memusuhi Islam dan kaum
Muslimin.
Orang Yahudi adalah ahli kitab yang banyak bergaul dengan orang Islam.
Peradabannya paling tinggi di bandingkan dengan lainnya. Demikian pula tipu
daya yang dugunakan untuk menghancurkan ajaran Islam, yang merupakan tindakan
sangat berbahaya, Abdullah bin Saba adalah tokoh penyebar fitnah dan kesesatan.
Dan masih banyak lagi yang saling membantu untuk menghancurkan Islam.
2. Sebab-sebab Penggunaan
Israiliyat
Sebenarnya cerita merembesnya cerita-cerita Israiliyat kedalam Tafsir
dan Hadist di dahului oleh masuknya kebudayaan Arab zaman Jahiliyah. Bangsa
arabpada zaman Jahiliyah sering berpindah-pindah kea rah timur maupun ke barat.
Bangsa Quraisy mempunyai dua tujuan dalam bepergian. Bila musim panas mereka
pergi ke Syam dan bila musim dingin mereka pergi ke Yaman. Pada waktu itu di
Yaman dan Syam banyak sekali Ahli kitab yang sebagian besar adalah bangsa
Yahudi. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila antara orang Arab dengan
Yahudi terjalin hubungan.
Sering terjadi pertemuan antara kaum muslimin dengan orang yahudi dan sering pula terjadi diskusi dan
perdebatandi antara mereka.
Merembesnya Israiliyat dalam Tafsir dan Hadist secara meluas itu karena
….. diketahui oleh para ulama, bahwa Tafsir dan Hadist itu memiliki periode
yang berbeda, pertama periode
periwayatan, kedua periode pembukuan.
a. Periode
Periwayatan Tafsir
Rasulullah nergaul dengan para sahabatnya dan memberi penjelasan kepada
mereka tentang urusan agama dan dunia yang dianggap penting oleh mereka atau
dianggap penting oleh Nabi. Penjelasan Nabi itu mencakup Tafsir-tafsir ayat
Qur’an yang dianggap masih samar oleh para Sahabatnya.
Para sahabat, memperhatikan dan menghafal penjelasan Nabi tersebut,
kemudian mereka menyampaikan kepada saudara-saudaranya yang tidak hadir dalam
mejelis Nabi dan juga kepada murid-muridnya dan sampai pada tabi’in. tabi’in
meriwayatkan apa yang mereka terima dari para sahabat kepada tabi’in lainnya. Dan
juga mereka menyampaikan kepada para muridnya sampai generasi tabi’it tabi’in.
b. Periode
Pembukuan Tafsir
Periode
ini berakhir pada akhir abad pertama dan awal abad kedua Hijriah.
Awal
dari pembukuan Tafsir dan Hadist tersebut adalah :
1. Katika Umar bin
Abdul Aziz memerintahkan semua biama di seluruh dunia untuk mengumpulkan
Hadist-hadist Rasul yang menurut anggapan mereka sama.
Pembukuan Tafsir dan Hadist
pada periode ini dilakukan dengan cara mengemukakan riwayat di sertai dengan
sanadnya sehingga dimungkinkan untuk mengetahui mutu yang diriwayatkan, baik
sahih maupun daifnya, dengan cara meneliti Sanadnya.
c. Periode
Periwayatan Hadist
Pada periode ini cerita Israiliyat merembes kedalam Tafsir dan Hadist
atau dalam waktu yang sama secara berbarengan. Hal ini terjadi karena pada
mulanya Tafsir dan Hadist merupakan satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan
masalah ini terjadi pada zaman sahabat, mereka membaca Qur’an yang didalamnya
terdapat kisah-kisah dan berita-berita mereka melihat, bahwa Qur’an menceritakan
kisah tersebut hanyalah dalam batas nasihat dan Ibarah,
Kemudian datanglah periode Tabi’in. pada periode ini penukilan dalil
ahli kitab semakin luas dan cerita-cerita Israiliyat di dalam Tafsir dan Hadist
semakin berkembang.
Kemudian setelah masa tabi’in tumbuh kecintaan yang luar biasa terhadap
cerita Israiliyat dan diambilnya secara ceroboh sehingga setiap cerita tersebut
tidak ada lagi yang di tolak. Mereka tidak lagi mengembalikan cerita itu kapada
Qur’an walaupun tidak dimengerti oleh akal.
Perlu juga diperhatikan bahwa mereka yang menekuni Tafsir dan Hadist
pada periode ini adalah mereka yang suka berkisah kepada masyarakat di
mesjid-mesjid dan di tempat-tempat lainnya.
d. Periode
Pembukuan Hadist
Pada periode ini. Sebagaimana sudah kita ketahui, hadist dibukukan
dengan bantuan ilmu lain yang bermacam-macam dan tafsir pun termasuk salah satu
bagian di padanya. Secara umum tafsit pada masa ini bersih dari cerita-cerita
Israiliyat, kecuali sedikit saja, itupun itupun tidak bertentangan dengan Nash Syar’i.
Tafsir terpisah dari hadist, dan masing-masing di bukukan sendiri-sendiri, maka tafsir yang dibukukan
pertama kalinya diterangkan juga sanad-sanadnya, akan tetapi cerita-cerita
Israiliyat yang dibukukan jumlahnya tidak sedikit.
Setelah itu datanglah masa di mana ulama membukukan tafsit dan hadist
dengan membuang sanad-sanadnya dan kelihatannya tidak adan ketelitian yang
mendalam terhadap apa yang mereka tulis itu.
3. Pandangan Ulama
Terhadap Israiliyat
Cerita Israiliyat yang sesuai dengan syariat, tidak dibenarkan dan kita
boleh meriwayatkannya. Tetapi bertentangan dengan syariat, harus ditolak dan
diharamkan meriwayatkannya. Kecuali untuk menerangkan kesalahannya. Cara
meriwayatkannya hanyalah sekedar mengemukakan hikayatnya saja, sebagaimana
terdapat didalam kitab-kitabnya. Tanpa melihat cerita itu salah ataupun benar.
1) Pendapat Ibnu
Taimiyah
Didalam mukoddimah kitabnya pokok-pokok ilmu tafsir, Ibnu Taimuyah,
setelah mengemukakan bahwa Abdullah bin Amr bin As pada perang Yarmuk
mendapatkan 2 orang teman ahli kitab lalu menerima hadist dari keduanya karena
mamahami hadistnya.
“sampaikanlah oleh kamu sekalian dariku walaupun satu
ayat dan ceritakanlah dari bani Israil yang demikian itu kalian tidak berdosa”
Seolah-olah hadist itu mengizinkan periwayatan cerita Israiliyat
kemudian (Ibnu Taimiyah) menyatakan “akan
tetapi hadist-hadist Israiliyat tersebut dikemukakan untuk menjadi saksi dan
bukan untuk di yakini”
Cerita
Israiliyat terbagi menjadi 3 bagian :
1. Kita ketahui
kesahihhannya dan dibenarkan dengan ajaran yang ada pada diri kita. Cerita
Israiliyat itu adalah Sahih (benar)
2. Kita ketahui
kedustaannya, karna bertentangan dengan apa yang ada pada diri kita.
3. Di diamkan, di
benarkan tidak, di dustakan pun tidak. Jangan mengimaninya dan jangan pula
membohongkannya. Cerita tersebut boleh diriwayatkan berdasarkan alasan yang
telah diriwayatkan.
2) Pendapat Baga’i
Iman Baga’i telah berpendapat di dalam kitabnya “Al-Aqwal Al-Qawimah Fi
Mukmin-Naqi (pendapat-pendapat yang lurus di dalam menukil kitab-kitab terdahulu.
Hukum
penuklikan cerita dari bani Israil yng tidak dibenarkan dan juga tidak
didustakan oleh kitab kita. Adalah di perkenankan walaupun apa yang dinuklikan
tidak tetap. Demikian pula Nukitan dari selain ahli kitab, yaitu dari pemeluk
agama-agama yang batil karena tujuannya hanyalah ingin mengetahui bukan untuk
dijadikan pegangan. Berbeda dengan apa yang dijadikan dalil di dalam Syariat
kita, karena syari’at merupakan tiang utama di dalam berhujjah dan beragama,
harus jelas keterangannya (keabsahannya). Dalil-dalil tersebut menurut pendapat
kami terbagi dalam 3 bagian :
-
Dalil-dalil maudu’ bukan pula daif.
-
Dalil yang mutlak daif tidak bisa di jadikan Hujjah.
-
Daif yang dipegang yaitu untuk menumbuhkan kegemaran
beramal (targib) maudu’ dikemukakan untuk mengingatkan bahwa masalah tersebut
dusta.
Apabila kita membandingkan apa yang dinuklikan oleh ulama kita, ahli
agama Islam, di dalam berdalil masalah syari’at dengan apa yang daif du
nuklikan oleh ulama ahli kitab. Maka
gugurlah bagian yang ketiga tersebut di dalam menukil riwayat dari mereka, dan
apa yang tetap menjadi hujjah, sesungguhnya tidak bisa dinuklikan dari mereka.
Hukum yang telah di absah dari hukum-hukum kita. Dan tetaplah apa yang
dibenarkan oleh kitab kita. Boleh meriwayatkannya, walaupun apa yang tetap itu
tidak berada dalam ruang lingkup memberi nasihat. Sedangkan apa yang didustakan
oleh kitab kita, maka sama dengan hadist maudu’, maka tidak boleh menuklikannya
kecuali jika disertai penjelasan tentang kebatilannya.
3) Ibnu Katsir ( W
– 774 H)
1. Cerita-cerita
yang sesuai dengan kebenarannya dengan Al-Qur’an. Berarti cerita itu benar.
2. Cerita yang
terang-terangan dusta, karena menyalahi ajaran Islam. Harus ditinggalkan karena
merusak Akidah.
3. Cerita yang
didiamkan. Tidak ada ketentuannya dalam Al-Qur’an, tetapi juga tidak
bertentangan dengan Al-Qur’an.
4) Ibnu Al-‘Arabi (
W – 543 H )
Menurutnya bahwa dari Israil yang boleh untuk diriwayatkan dan dimuat
dalam Tafsir Al-Qur’an adalah hanya terbatas pada cerita mereka yang menyangkut
keadaan dari mereka sendiri. Sedangkan riwayat yang menyangkut orang lain masih
sangat perlu dipertanyakan dan butuh penelitian lebih cermat.
5) Ibnu Mas’ud dan
Ibnu ‘Abbas ( W – 32/3 H : 68 H)
Kedua
tokoh ini mengatakan bahwa meriwayatkan kisah-kisah Israiliyat tidak boleh.
6) Abdullah bin
A’Amru bin Al-‘Ash ( W – 63 H )
Dalam
perang Yarmuk beliau menemukan beberapa kitab Yahudi dan Nasrani lalu
diambilnya dan dipelajarinya baik-baik, setelah itu dipahaminya, dan
diceritakannya kepada saudara-saudaranya kaum Muslimin dengan berdasarkan
Hadist di atas.
Tujuan
beliau menceritakan bukan untuk dasar i’Tiqad bukan pula untuk dasar hukum.
Dari 6 kelompok orang tersebut, hanya Ibnu Al-‘Arabi yang sangat
berhati-hati dalam mengambil dan memasukan Israilliyat dalam Tafsir Al-Qur’an.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Riwayat Israiliyat yang diketahui kesahihhannya,
mengenai nabi musa yang bernama nabi Khaidir nama itu tercantum dalam sahih
iman Bukhari. Riwayat serupa ini dapat diterima
2.
Riwayat israiliyat yang diketahui kebohongannya,
bertentangan dengan ajaran islam dan akal pikiran yang sehat, wajib ditolak.
DAFTAR PUSTAKA
Ad – Damasyiqi,
Ismail bin Katsir Al-Qorsyi, Tafsir Al-Quranul Adzim, Darul
Fikri, Beirut,
1969
AL - Maraghi,
Ahmad Musthofa, Tafsir AL-Maraghi, Beirut, 1974
1 komentar:
Top 10 Baccarat Sites with Free Spins | Worrione
Top 10 Baccarat Sites with Free Spins. A good bet is 바카라 사이트 to try the latest baccarat casino for the very deccasino first time and use free spins. 메리트 카지노 고객센터
Posting Komentar