1. Rebab
Termasuk alat musik kordofon (lute type) yang kegunaannya
sebagai musik melody solo. Di jaman dahulu kala di Persia terdapat rebab
bertali satu yang digunakan untuk mengiringi diklamasi yang disebut “rebab ul
Shaer”.
Rebab berasal dari Timur Tengah, kemudian ke Persia dan
India, barulah kemudiannya mencapai di kepulauan nusantara (Al-Farabi 870-950
M, di dalam bukunya “Kitab Al-Musiqi al Kabir”) pada abad 11 M, alat musik
rebab telah dilukiskan pada dinding Candi Borobudur.
Perkataan rebab pada orang Arab adalah “rabab” yang
disempurnakan dengan alat gesek, kemudian tersebar luas melalui Khalifah Islam
di Cordoba (Spanyol) di abad ke 8 M. Lalu menyebar ke Eropah Barat sehingga
berbentuk cello dan kemudian menjadi biola seperti yang diketahui sekarang.
Melalui Turki dan Asia Tengah, ia masuk ke Persia,
India,
Tiongkok, kemudian ke Asia Tenggara.
Di Afganistan ia disebut “rubab”, tetapi dalam bahasa Persia
disebut “rabab” yang artinya kumpulan alat-alat musik gesek. Sedangkan di India ada alat musik yang namanya
“sarod” berasal dari rebab yang dibawa dari Timur Tengah.
Rebab mempunyai
peranan yan tinggi, sebagaimana halnya biola di negeri Barat, demikian jugalah
rebab di tanah Melayu. Penghormatan terhadap rebab dimungkinkan karena alat ini
mempunyai keterkaitan dengan upacara yang bersifat gaib. Suara rebab dapat
terdengar tinggi. Karena kedudukannya yang dianggap tinggi, rebab sering diukir
dan dihias baik kepalanya (kecopong) maupun batangnya (shaft). Batang pinggang
ramping dan biasanya terbuat dari kayu leban, panjang 3 kaki 6 inci, biasanya
diukir dari ujung kepala sampai akhir batanya. Tali (dawai) rebab ada 3 dan 2
buah dimainkan sekaligus bersama-sama. Nadanya E, A dan E tinggi, ada juga G, D, A.
Gesekannya terbuat
dari kayu yang diukir dan bercemara, kemudian dimainkan seperti menggesek
cello. Batangnya memanjang melalui badannya yang disebut “tempurung” dan muncul
lagi di bawah sebagai kakinya. Lebar di atas kira-kira 8 inci, yang dibawah 4 ½
inci dan tebalnya 2 inci, tempurung biasanya terbuat dari kulit kerbau. Ada
juga yang disebut “susu” yang melengket pada kulit yang kegunaannya untuk
menekan suara (resonance). Cemara untuk gesekan terbuat daripada ekor kerbau
atau sabut kelapa. Pemain rebab meletakkan ibu jari kanannya di samping kepala gesekan
dan jari ke 2 dan ke 3 dibawah, lalu jari ke 4 dan 5 mengeraskan tali. Tali
gesekan dimainkan pada bagian atas tempurung. Belakang daripada rebab itu
menghadap kepada pemainnya.
2. Gendang
Panjang
Di India disebut “dhol”. Gendang panjang ini kedua sisinya
ditutupi kulit. Selalu dimainkan dua buah, yang besar disebut “induk” dan yang
agak kecil bentuknya disebut “anak”. Panjangnya rata-rata 21 inci terbuat
darpada kayu merbau yang kerasa dan tahan lama. Atu sisinya lebih kecil
daripada sisinya yang lain. Gendang anak kulitnya terbuat dari kulit kambing
sedangkan gendang induk kulitnya terbuat dari kulit kerbau. Kulit yang terletak
di kedua sisinya itu diikat dengan rotan yang dibelitkan.
Untuk memainkan gendang panjang ini diperlukan keahlian tangan
dan jari-jari lincah, kecepatan, dan pandai meningkah menurut irama. Di dalam
musik untuk mengiringi silat. Biasanya gendang panjang ini dipukul dengan buah
rotan.
3. Gedombak
Gedombak dalam bahasa Arab disebut “darabuka”, di Turki menyebutkan
“deblak”, di Siam menyebutkan “thon”, sedangkan di Persia menyebutnya “dompak”.
Gendang ini berbentuk kerucut dengan kepalanya bulat besar di taruh kulit
kambing, sedangkan ekornya terbuka guna utnuk mendengarkan suara dengan cara
membuka dan mengatupkannya. Di beberapa negeri Melayu, gedombak ini hanya
dipergunakan dalam musik Melayu utnuk Menora, Wayang Orang (Kelantan, Patani)
tetapi di Serdang dan di Kepulauan Riau pernah juga dipakai dalam musik
Makyong. Gedombak besar disebut “induk” dan yang kecil disebut “anak”.
4. Geduk
Geduk adalah jenis gendang yang dua sisinya berkulit, tetapi hanya satu
sisi yang dimainkan, sedangkan sisinya yang lain diletakkan di bawah.
Memainkannya dengan kayu pemukul (stick). Gendang induknya 15 inci besarnya dan
gendang anaknya 12 inci dengan garis tengahnya 9 inci. Untuk memperkuat rotan
pada pengikat kulitnya, ditambahkan lagi satu barisan ganda kayu. Geduk ini di
pakai pada permulaan Wayang Kulit Melayu atau Makyong.
5.
Gong
Gong termasuk di dalam golongan idiophone atau bahasa
Sankritnya Ghana
vadya. Gong sudah lama tercantum
pada ukiran candi-candi di tanah Jawa Timur, tetapi tidak terdapat di
candi-candi Jawa Tengah. Gong yang diperbuat dari perunggu ini, sudah dikenal
lama baik melalui persuratan naskah-naskah maupun dalam ukiran di candi. Di
Candi Kembar di Muara Jambi, dalam suatu penggalian sejarah telah diketemukan
sebuah gong yang bertuliskan Cina yang diduga dari abad ke 13 M, dimana
terdapat nama seorang pejabat kerajaan.
Di Tiongkok pada
pemerintahan Raja Hsuan Wu pada tahun 500-516 M telah dikenal gong yang saat
itu disebut “sha-lo” dan memiliki bunyi yang sangat keras jika dipukul, gong
ini berasal dari Hsi Yu yaitu sebuah daerah antara Tibet dan Burma. Kemungkinan
besar ada kesamaan dengan gong yang berada di Korea (cing dan di Assam caro). Menurut
penelitian, India juga mengenal gong, tetapi mendapat pengaruh dari Asia
Tenggara yang mendapatnya pula dari China. Ketibaan gong di nusantara dapat
dipetik dari kronik dinasti Tang (618 – 906 M) buku 222, bahwa raja P’oli naik
gajah dengan iringan gendang dan gong.
Untuk orang
Melayu, sejenis Gong yang agak tebal sisinya disebut Tetawak yang biasanya
dipakai untuk mengiringi tarian joget. Juga dipergunakan untuk
mengiringi teater tradisional semacam Makyong. Untuk Menora, Mendu, Wayang
Kulit Melayu dipakai 2 buah gong. Yang induk bernada C dan gong anak bernada G.
disamping itu sejenis gong kecil yang lantang suaranya disebut Canang yang
dipakai untuk menyampaikan berita.
Gong yang lebih kecil disebut Telempong atau Kromong
berdiameter 6 ½ inci diletakkkan pada sebuah alat dengan mukanya ke atas yang
dipukul dengan kayu. Kegunaan telempong ini ialah mengulangi melodi dasar.
Ada juga Gong yang besar
yang disebut “Mong” bernada C yang dipakai bersama-sama 2 buah Tetawak dan Mong
menyelinginya. Gong dianggap mempunyai tenaga gaib sehingga pantang dilangkahi.
Gong Melayu terbuat dari gangsa dan berbusut. Gong yang tidak berbusut (gong
ceper) menunjukkan pengaruh dari Siam atau Cina.
6.
Serunai
Alat musik yang tergolong alat tiup ini sudah tua sekali
usianya, dan sudah ada sejak zaman Mesir Kuno, ianya juga telah dipakai di
tanah Arab sekitar 3000 tahun yang lalu. Mulanya dipakai oleh balatentara,
tetapi sejak 1000 tahun kemudian sudah pula mulai dipakai untuk mengiringi tarian,
lagu-lagu pada upacara perkawinan atau menyambut tamu agung dan sebagai tanda
waktu.
Diantara bahasa Ara disebut “Zuma”, Cina
menyebutnya “Sona”, di India menyebutnya “Sahnay”, bahasa Persia “Surnay”. Alat
ini berkembang ke Eropah Barat dan menjadi cikal bakal dari oboe dan klarinet
sekarang. Kemudian sampai ke Turki, ke Persia, terus ke Timur jauh dan ke Asia
Tenggara melalui India. Dari
bentuk Serunai ini, ada lagi diciptakan di India dengan jenis yang lebih besar
dan disebut dengan “Nagasvaram”.
Serunai dimainkan dengan menjaga aliran
udara melalui lobangnya dan mendapatkan nada (pitch) dengan menutup
lobang-lobang yang ada. Panjang batangnya sekira 18 inci, kemudian ada “lidah
Serunai” yang terbuat dari daun kelapa atau nibung yang juga disebut “pipit”. Sedangkan
pipit yang satu lagi dibiarkan tergantung diikatkan dengan benang di alat
tersebut sebagai serap. Pipit masuk ke mulut dan menghembus dengan pipi
digembungkan.
Umumnya ia tidak
memainkan melodi, tetapi hanya sebagai obligato accompaniment pada sesebuah
orkes atau pada nyanyian. Ada 7 lobang dan sebuah di sebelah bawah. Meskipun
kesemuanya ada 8 lobang, tetapi hanya 5 lobang yang dapat dimainkan sekaligus
dengan berbagai nada di mana nada umumnya adalah C. Tiga lobang di atas bernada
G, A dan B. Lobang ke 5 dan ke 6 bernada D dan E, sedangkan lobang ke 7
merupakan nada antara. Jika lobang yang berada di sebelah bawah ditutupkan,
maka nada akan naik satu oktaf.
Biasanya dalam lagu untuk pengiring silat
dan inai, serunai dimainkan dengan hembusan panjang dengan bergaya tanpa melodi
tertentu. Dan Serunai ini termasuk pada alat-alat Nobat Diraja Melayu.
7.
Gambang
Adalah jenis alat musik yang menyerupai ataupun sama dengan
Saron (Jawa) dan Garantung (Batak). Yang memiliki 7 bilah kayu dengan nada 7,
diletakkan di atas suatu tempat semacam puan dan bilah-bilah kayu itu dipukul
dengan kayu. Ada
juga gambang yang lebih dari 7 nada atau lebih dari satu oktaf dan dimainkan
selaku melodi, tetapi alat musik sudah jarang terlihat ini.
8.
Kesi
Kesi adalah sepasang cymbal kecil terbuat dari campuran
tembaga juga dengan ukuran 2 inci dan disatukan dengan tali untuk pegangannya,
kemudian saling dipukulkan menurut tempo tertentu. Kesi ini juga sering dipergunakan dalam musik
Makyong. Dan alat ini kemungkinan berasal dari Hindia Belakang. Alat ini
juga dikenal di Laos, Burma dan Cina.
9.
Rebana
Juga disebut “Tar”
(bahasa Arab). Di Cina
Selatan menyebutnya “Daira”, di Maroko disebut “Bendir”. Alat gendang rebana
ini menyerupai gendang joget, dan hanya satu sisinya yang ditutupi kulit
kambing yang dipakukan kepada dinding kayu bulat, ditambah pula dengan
gemerincing bulat. Ada juga yang jenis besar disebut Rebana (mini) disebut
“Kompang” dan dimainkan mengiringi Rodat. Ketika mengiringi pengantin
atau tamu agung yang tiba. Iramanya bertingkah (inter locking).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar