Senin, 17 Oktober 2011


 TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG PENDIDIK

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Adapun istilah pendidik, juga berangkat dari penggunaan istilah pendidikan yang digunakan. Bagi orang yang berpendapat bahwa istilah yang tepat untuk menggunakan pendidik adalah Tarbiyah, maka pendidik disebut Murabbi, jika ta’lim yang dianggap lebih tepat maka pendidik nya disebut mu’alim dan jika ta’dib yang dianggap lebih yang cocok untuk makna pendidik, maka pendidik disebut dengan mu’addib.
Kata “murabbi” sering dijumpai dalam kalimat yang Orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat Jasmani ataupun Rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat pada proses orang tua membesarkan anaknya. Mereka tentunya lebih berusaha memberikan pelayanan secara penuh kepada anaknya, agar sianak tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta akhlak terpuji.
Beberapa para ahli mengartikan itu adalah sebagai berikut :
1.      Moh.Fadhil Al-Djamali menyebutkan bahwa pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik sehingga terangkat derajat kemanusiaannya.
2.      AL-AZIZ menyatakan bahwa pendidik adalah orang yang bertanggung jawab dalam menginternalisasikan nila-nilai religius dan berupaya menciptakan individu yang memiliki pola piker Ilmiah dan pribadi yang sempurna
3.      Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa pendidik mempunyai kedudukan utama dan sangat penting dalam kehidupan.
Dari beberapa pendapat tokoh di atas, maka pemakalah menarik kesimpulan, pengertian pendidik/guru itu adalah orang-orang yang bertugas memberikan pendidikan kepada seorang/peserta didik baik dilingkungan formal maupun informal, dan ia mengupayakan seluruh potensi anak didik, baik efektif, kognitif dan psikomotor yang memiliki peserta didik, yang bertanggung jawab membimbing, mengarahkan anak didik agar terarah  kea rah yang lebih baik.
B.     Batasan Masalah
Betitik tolak dari latar belakang di atas, maka pemakalah akan memberikan suatu batasan terhadap pembahasan yang terpaparkan, agar tida begitu meluas dan Gamblang yaitu khusus membahas mengenai :
a.       Pengertian dan Kedudukan Pendidik
b.      Sifat-sifat Pendidik yang Baik
c.       Hakikat dan Keutamaan Pendidik
d.      Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik
e.       Kode Etik / Syarat-syarat Pendidik
f.       Peranan Pendidik
g.      Jenis-jenis Pendidik
h.      Syarat-syarat Untuk Menjadi Pendidik

C.    Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini, memiliki tujuan khusus si antaranya ialah :
1.      Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Filsafat pendidikan sebagai salah satu persyaratan perkuliahan
2.      Untuk menambah pengetahuan pemakalah dan bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi masyarakat.


BAB II
PEMBAHASAN
TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG PENDIDIK

A.    PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN PENDIDIK
Dari segi bahasa, pendidik sebagaimana dijelaskan oleh WSJ poewadarminta adalah orang yang mendidik, pengertian ini menjelaskan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang pendidikan.
Pengertian lain tentang pendidik diantaranya :
1.      Dalam bahasa inggris di jumpai beberapa kota yang berkaitan dengan pendidik, kata tersebut seperti “teacher” yang artinya guru atau pengajar. Dan tutor yang berarti guru pribadi atau guru yang mengajar di rumah.
2.      Dalam bahasa arab di jumpai kata ustadz, mudarris, mu’alim dan mu’addib. Kata ustadz jamaknya ustadz yang berarti (guru), profersor (gelar akademik). Jenjang intelektual pelatih penulis, penulis dan penyair. Adapun kata Mudarris berarti teacher (guru), Instruntor (pelatih), dan leturer (desen). Selanjutnya kata mu’allim yang berarti trainer (pemandu). Kata mu’addib berarti educator pendidik.
Adapun pengertian pendidik menurut istilah, yanglazim digunakan dimasyarakat telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Ahmad tafsir mengemukan bahwa pendidik dalam islam sama dengan teori di barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Selanjutnya ia menyatakan bahwa dalam islam, orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah Orang tua (Ayah-Ibu).
Selanjutnya dalam beberapa Liberatur kependidikan pada umumnya istilah pendidik sering diwakili oleh istilah Guru. Istilah guru sebagaimana dijelaskan oleh Hadari Hanawi adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran disekolah / kelas. Secara lebih khusus ia menjelaskan lagi. Ia mengatakan bahwa guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.[1]
Sedangkan menurut pemakalah pendidik adalah orang yang bertugas memberikan pendidkan kepada seseorang / anak didik / peserta didik baik dilingkungan formal maupun non formal. Yang bertanggung jawab membimbing, mengarahkan anak didik / seseorang agar terarah kea rah yang lebih baik. Dalam hal ini pemakalah lebih menitik beratkan istilah pendidik tersebut dengan kata Guru.
Dalam berbagai Liberatur yang membahas masalah pendidikan selalu dijelaskan tentang pendidik / guru dari satu segi tugas dan kedudukannya. Dalam hubungan ini, Asma Hasan Fahmi, misalnya mengatakan barangkali hal yang pertama menarik perhatian yaitu penghormatan yang luar biasa terhadap guru.
Beberapa pendapat tentang kedudukan seorang pendidik / guru.
-          Hasan Fahmi mengutip salah satu ucapan seorang penyair Mesir Zaman Modern yang berkenaan dengan kedudukan guru, syair tersebut artinya “Berdirilah kamu bagi seorang guru dan hormatilah dia”. Seorang guru hamper mendekati kedudukan seorang Rasul.
-          AL-Qhazar menurutnya, seorang sarjana yang bekerja mengamalkan ilmunya adalah lebih baik dari pada seorang yang hanya beribadat saja setiap hari dan sembahyang setiap malam.
-          Athiyah Al-Abrasy mengatakan seorang yang berilmu dan kemudian mengamalkannya, maka itulah yang dinamakan orang yang berjasa dikolong langit ini. Orang tersebut bagaikan matahari yang menyinari orang lain dan menerangi dirinya sebdiri.[2]
-          Para ulama menyatakan kedudukan terhormat dan tinggi itu diberikan kepada guru, karena guru adalah Bapak Spiritual atau Bapak Rohani bagi murid.

B.     SIFAT-SIFAT PENDIDIK  YANG  BAIK
`Tujuh sifat yang harus dimiliki guru menurut Muhammad Athiyah Al Abrasy yang harus dimiliki seoerang pendidik / guru.[3]
1.      Seorang guru harus memiliki sifat zuhud
2.      Seorang guru memiliki jiwa yang bersih dari sifat dan akhlak yang buruk
3.      Seorang guru harus ikhlas dakam melaksanakan tugasnya
4.      Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap murid-muridnya
5.      Seorang guru harus mampu menepatkan dirinya sebagai seorang Ibu / Bapak sebelum ia menjadi seorang guru
6.      Seorang guru harus mengetahui bakat, tabiat, dan watak murid-muridnya
7.      Seorang guru harus mengetahui bidang studi yang mau di ajarkan
Abdurrahman An Nahlawi menyarankan agar guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a.       Tingkah laku dan pola piker guru bersifat Rabbani, sebagaimana telah dijelaskan di dalam surat Ali-Imran ayat 79 : “akan tetapi hendaklah kalian bersandar kepada rabb dengan menaati-Nya mengabdi kepada-Nya mengikuti syarat-Nya dan mengenal sifat Rabbani.
b.      Guru seorang yang ikhlas. Sifat ini termasuk kesempurnaan sifat Rabbaniyah.
c.       Guru bersabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada anak-anak.
d.      Guru jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya.
e.       Guru senantiasa membekali diri dengan ilmu dan kesediaan membiasakan untuk terus mengkajinya.
f.       Guru mampu menggunakan berbagai metode mengajar secara bervariasi, menguasai dengan baik serta mampu menentukan dan memilih metode mengajar yang selaras bagi materi pengajaran serta situasi belajar mengajarnya.
g.      Guru mampu mengelola siswa, tegas dalam bertindak seta mampu melakukan berbagai perkara secara proporsional.
h.      Guru mempelajari kehidupan psikis para pelajar selaras dengan masa perkembanganya ketika ia mengajar mereka, sehingga dia dapat memperlakukan mereka sesuai dengan kemampuan akal dan kesiapan psikis mereka.
i.        Guru tanggap terhadap kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola berfikir angkatan muda.
j.        Guru bersikap adil di antara para pelajarnya tidak cenderung kepada salah satu golongan diantara mereka dan tidak melebihkan seseorang atas yang lain.

C.    HAKIKAT DAN KEUTAMAAN PENDIDIK

1.      Hakikat Pendidik
Gambaran tentang hakikat pendidik dalam islam, adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi anak didik, bai8k efektif, kognitif dan psikomotor senada dengan itu Moh.Fadhil Al-Djamali menyebutkan bahwa pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimilikinya. Marimba mengartikan pendidik adalah sebagai orang yang memikul tanggung jawab sebagai pendidik yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.[4]
Sedangkan menurut Al-Aziz bahwa pendidik adalah orang yang bertanggung jawab dalam menginternalisasikan nilai-nilai religius dan berupa menciptakan individu yang memiliki pola piker Ilmiah dan pribadi yang sempurna.
2.      Keutamaan Pendidik
Pendidik dalam Ajaran Islam sangatlah di hargai kedudukannya, hal ini dijelaskan oleh Allah SWT maupun oleh Rasul-Nya.

Artinya :
“Allah mengangkat derajat orang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat” (Q.S. AL.Mursalat :11)
           
Sabda Rasulullah SAW :
            Artinya :
                        “Tinta para ulama lebih tinggi dari pada darah para Syuhada”

Firman Allah SWT dan Sabda Rasul tersebut mengambarkan tingginya kedudukan orang yang mempunyai Ilmu Pengetahuan (Pendidik). Hal ini beralasan bahwa dengan Pengetahuan dapat mengantarkan manusia untuk selalu berfikir dan menganalisa hakikat semua fenomena pada alam sehingga membawa manusia dekat kepada Allah SWT.
Pendidikan islam syarat dengan konsepsi keTuhanan yang memiliki berbagai keutamaan. Abd. Al-rahman al-nahlawi menggambarkan orang yang berilmu diberi kekuasaan menundukan alam semesta demi kemaslahatan manusia. Oleh karena itu jugalah dalam kehidupan sosial masyarakat, para ilmuan (pendidik) dipandang memiliki harkat dan martabat yang tinggi.
Disamping itu al-Gazali meletakan posisi pendidik pada posisi yang penting, dengan keyakinan bahwa pendidik yang benar merupakan jalan untuk mendekatkan diri pada Allah dan mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.[5]

D.    TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PENDIDIK
Sebagaiman telah disinggung di atas, mengenai pengertian pendidik, di dalamnya telah tersirat pula mengenai tugas-tugas pendidik, maka disini lebih diperjelas lagi yaitu :
a.       Membimbing si terdidik
Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya.
b.      Menciptakan situasi untuk pendidikan
Situasi pendidikan yaitu sesuatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.

Keutamaan seorang pendidik disebabkan oleh tugas yang diembannya dapat dipahami bahwa tugas pendidik sebagai Warasdi Al-anbiya’ yang pada hakikatnya mengemban misi rahmat Lil al’alamin, yaitu sebuah mis yang membawa manusia untuk tunduk dan patuh pada hokum-hukum Allah SWT, seorang pendidik hendaknya bertitik tolak pada “Amar Makrut nahyu wa al-munkar.
Menurut al-gazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersuhkan, menyucikan hati manusia untuk bertaqarruh kepada Allah, sejala dengan ini Abd-ar Rahman Al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik terutama fungsi pengucian yakni berfungsi sebagai pembersih,pemelihara, pengembang fitrah manusia. Kedua fungsi pengajaran yakni menginternalisasikan dan mengtrasformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.[6]
Dari uraian di atas maka tanggung jawab pendidik sebagaimana disebutkan oleh abd-al-rahman al-nahlawi adalah mendidik diri supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari’atnya. Mendidik diri supaya beramal kepada sholeh, dan mendidik mayarakat untuk salingmenasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kerusuhan. Sesuai dengan hadist Rasul dalam kata ra’in yaitu segala tugas yang dilaksanakan dibebani kepada setiap orang dewasa dan diserahi kepercayaan untuk menjalankan dan memelihara suatu urusan serta di tuntut untuk berlaku adil dalam urusan tersebut. Kata “ra’iyyah” berarti setiap orang yang menjadi beban tanggung jawab bagi orang lain seperti Istri dan Anakbagi Suami atau Ayah. Sedangkan kata Al-amir berarti bagi setiap orang yang memegang kendali urusan mencakup pemerintahan, dengan kepala Negara dan Aparat.[7]

E.     KODE ETIK (SYARAT-SYARAT) PENDIDIK
Al-Kanani[8] (w.733 H) mengemukakan persyaratan seorang pendidik atas tiga macam yaitu (1) Yang berkenan dengan dirinya sendiri, (2) Yang berkenan dengan pelajaran, dan (3) Yang berkenan dengan muridnya.
Pertama, Syarat-syarat guru berhubungan dengan dirinya yaitu :
1)      Hendaknya guru senantiasa insyaf akan pengawasan Allah terhadapnya dengan segala perkataan dan perbuatan bahwa ia memegang amanat ilmiah diberikan Allah kepadanya.
2)      Hendaknya guru memelihara kemuliaan ilmu.
3)      Hendaknya guru bersifat Zuhud
4)      Hendaknya guru tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan pandangan sebagai alat untuk mencapai kedudukan, harta, prestise, kebanggaan atas orang lain.
5)      Hendaknya guru menjauhi mata pencarian yang hina dalam pandangansyara’, dan menjauhi situasi yang bias mendatangkan fitnah.
6)      Hendaknya guru memelihara syiar-syiar islam.
7)      Hendaknya guru rajin melakukan hal-hal yang disunatkan oleh agama baik dengan lisan maupun dengan perbuatan.
8)      Guru hendaknya memelihara akhalak yang mulia dalam pergaulannya.
9)      Guru hendaknya selalu mengisi waktu-waktu luangnya dengan hal-hal bermanfaat.
10)  Guru hendaknya selalu belajar dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang lain yang lebih rendah dari padanya.
11)  Guru hendaknya rajin meneliti, menyusun dan mengarang dengan memperhatikan keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan untuk itu.
Kedua, syarat-syarat yang berhubungan dengan pelajaran (syarat-syarat paedagogis –ditaktis), yaitu :
1)      Sebelum keluar dari rumah untuk mengajar, hendaknya guru bersuci dari hadas dan kotoran serta mengenakan pakaian yang baik dengan maksed mengagungkan ilmu dan syari’at.
2)      Ketika keluar dari rumah, hendaknya guru selalu berdo’a agar tidak sesat dan menyesatkan, dan terus berzikir kepada AllahSWT.
3)      Hendaknya guru mengambil tempat pada posisi yang membuatnya dapat terlihat oleh semua murid.
4)      Sebelum mulai mengajar, guru hendaknya membaca sebagaian dari ayat Al-Qur’an agar memperoleh berkah dalam mengajar, kemudian membaca Basmallah.
5)      Guru hendaknya mengajarkan bidang studi sesuai dengan hirarki nilai kemuliaan dan kepentingannya.
6)      Hendaknya guru selalu mengatur volume suaranya agar tidak terlalu keras hingga membisingkan ruangan, tidak pula terlalu rendah hingga tidak terdengar oleh murid atau siswa.
7)      Hendaknya guru menjaga ketertibanmajelis dengan mengarahkan pembahasan pada objek tertentu.
8)      Guru hendaknya menegur murid-murid yang tidak menjaga sopan santun dalam kelas, seperti menghina teman, tertawa keras, tidur dan berbicara.
9)      Guru hendaknya bersikap bijak dalam melakukan pembahasan, menyampaikan pelajaran, dan menjawab pertanyaan.
10)  Terhadap murid baru,guru hendaknya bersikap wajar dan menciptakan suasana yang membuatnya merasa telah menjadi kesatuan dari teman-temjannya.
11)  Guru hendaknya menutup setiap akhir kegiatan belajar mengajar dengan kata-kata Wallabu a’lam (Allah Yang Maha Tahu) yang menunjukan keikhlasan kepada AllahSWT.
12)  Guru hendaknya tidak mengasuh bidang studi yang tidak dikuasainya.

Ketiga, kode etik guru di tengah-tengah para muridnya, antara lain:
1)      Guru hendaknya mengajar dengan niat mengharapkan rhida Allah SWT.
2)      Guru hendaknya tidak menolak untuk mengajar murid yang tidak mempunyai niat tulus dalam belajar.
3)      Guru hendaknya mencintai muridnya seperti ia mencintai dirinya.
4)      Guru hendaknya memotivasi murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
5)      Guru hendaknya menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah dan berusaha agar muridnya dapat memahami pelajaran.
6)      Guru hendaknya melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan.
7)      Guruhendaknya bersikap adil terhadap semua muridnya.
8)      Guru hendaknya berusaha membantu memenuhi permasalahan murid baik dengan kedudukan ataupun hartanya.
9)      Guru hendaknya terus memantau perkembangan murid, baik Intelektual maupun akhlaknya.




F.     PERAN PENDIDIK

·         Peran Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Abdullah nashih ‘ Ulwan[9] berpendapat bahwa tugas dan peran pendidik atau guru adalah melaksanakan pendidikan ilmiah, karena ilmu mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan kepribadian dan emansipasi harkat manusia. Sebagai pemegang amanat orang tua, dan sebagai salah satu pelaksana pendidikan ilmiah. Tugas guru hendaknya merupakan kelanjutan dan sinkron dengan tugas urang tua, yang juga merupakan tugas pendidik muslim pada umumnya, yaitu memberikan pendidikan yang berwawasan manusia seutuhnya.hal itu dapa diwujudkan sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdurrahman al-Nahlawi, guru hendaknya mencontoh peranan yang telah dilakukan para nabi dan pengikutnya.



METODE PENELITIAN DALAM
PSIKOLOGI AGAMA


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Sebenarnya yang menjadi faktor pendorong penulis mengambil judul ini adalah sebagai seorang mahasiswa khususnya yang akan mengambil gelar kesarjanaan, tentunya metode-metode dalam penelitian,khususnya dalam psikologi agama sangat perlu sekali, karena dengan adanya wawasan kita tentang suatu metode, mudah-mudahan dapat membantu kita dalam melakukan penelitian nantinya.
2.      Tujuan Penulis
Adapun yang menjadi titik tolak tujuan bagi penulis dalam menulis makalah ini adalah, agar semua mahasiswa termasuk penulis sendiri sama-sama mengetahui tentang hakikat metode serta penggunaanya dalam penelitian-penelitian ilmiah lainnya.










BAB II
PEMBAHASAN
METODE PENELITIAN DALAM PSIKOLOGI AGAMA

Dalam uraian ini ada 2 kata yang harus diketahui maknanya terlebih dahulu, yaitu, kata “metodologi” dan kata “metode” . metodologi adalah suatu penelitian dan perumusan metode yang digunakan untuk penelitian ilmiah. Sedangkan kata metode dapat diartkan sebagai cara kerja yang sistematik dan umum, terutama dalam mencari kebenaran ilmiah.[1]
Metode pengajaran dan latihan didasarkan atas pengajaran organik, artinya organisme manusia itu secara berangsur-angsur tumbuh dan berangsur-angsur  menanggapi pengaruh lingkungan. Semakin besar dan semakin kuat tubuh anak, semakin berat latihan dan semakin luas daerah latihan anak tersebut.  Demikian anak mengenal dan dan berlatih melalui pengalaman langsung tersebut. Peniruan adalah metode yang sangat diutamakan, latihan-latihan diberikan dengan jalan menirukan perbuatan. Hal demikian dilakukan bukan hanya pada pengajaran praktek, melainkan pelajaran kejiwaan dan moral. Keberhasilan pengajaran dan latihan tergantung pada ketepatan akan peniruan tersebut.
Jadi dalam pembahasan ini, kita membicarakan tentang metode penelitian dalam psikologi agama : yakni suatu cara kerja sistematik, umum, yang digunakan dalam psikologi agama dalam mencari kebenaran ilmiah dalam rangka meneliti, menganalisa, aspek kejiwaan akan agama seseorang.
Psikologi agama termasuk psikologi khusus yang mempelajari sikap dan prilaku seseorang yang timbul dari keyakinan yang di anutnya berdasarkan pendekatan psikologi.
Menurut Prof. Dr. Zakiah drajat, psikologi adalah suatu ilmu yang meneliti pengaruh terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang , karena cara berfikir, bersikap, beraksi, dan bertingkah laku, tidak dapat dipisahkan dari keyakinan , karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.[2]

1.      Metode Penelitian Yang Digunakan Dalam Psikologi Agama

Sebagai disiplin ilmu yang otonom dan empiris, psikologi agama juga memiliki metode  penelitian ilmiahnya melalui kajian terhadap fakta-fakta berdasarkan data yang terkumpul dan dianalisa secara objektif. Dalam menerangkan data-datanya, psikologi tak bole melampaui batas bidang pengalaman dalam arti yang luas sehingga tak bisa untuk menunjuk kepada Tuhan dan Wahyu Nya dalam menerangkan gejala-gejala religius yang dipelajarinya.

Oleh karena itu, dalam meneliti dan menerangkan pengalaman serta tindakan manusia yang mengungkapkan religiusitas, seorang peneliti harus melepaskan diri dari sikap yang tak dapat dipertanggung jawabkan oleh ilmu pengetahuan empiris, terutama sikap sebagai orang beriman dan bersikap sikap sebagai orang ateis. Dengan kata lain, seorang peneliti dalam hal ini psikolog, secara metodologis harus mampu melepaskan diri dari keyakinan iman dan ateismenya, sebab jika tidak demikian, penyelidikan menjadi menyimpang dari ranah psikologi ke ranah teologis atau filosofis.[3]



Dalam penelitian psikologi agama, menurut zimbardo, perlu diperhatikan antara lain :
1.      Kemampuan dalam meneliti kehidupan dan kesadaran batin manusia
2.      Keyakinan bahwa segala  bentuk  pengalaman dapat dibuktikan secara empitis
3.      Dalam penelitian harus bersikap filosofis spiritualistis
4.      Tak mencampur adukan antara fakta-fakta dan angan-angan atau perkiraan, khayali
5.      Mengenal dengan baik masalah-masalah psikologi dan metodologi nya
6.      Memilih konsep mengenai agama serta mngetahui metodologinya
7.      Menyadari tentang adanya perbedaan antara ilmu dan agama
8.      Mampu menggunakan alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ilmiah

Dalam meneliti ilmu jiwa agama sejumlah metode dapat digunakan antara lain sebagai berikut :

1.      Dokumen pribadi (personal document)
Metode ini di gunakan untuk mempelajari bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam keberagamaanya. Cara yang dapat ditempuh oleh peneliti  adalah mengumpulkan dokumen pribadi orang per orang, baik dalam bentuk otobiografi, tulisan, ataupun catatan yang dibuatnya.
Dikarenakan agama merupakan pengalaman batin yang bersifat individual dikala seorang merasakan sesuatu yang gaib, dokumen pribadi inilah  yang dapat memberikan informasi yang lengkap dan akurat selain catatan atau tulisan juga digunakan daftar pertanyaan kepada orang-orang yang akan diteliti. Jawaban yang diberikan secara bebas memberi kemungkinan pada responden untuk menyampaikan kesah-kesah batin dalam keberagamaan yang diyakininya.
Dalam penerapanya, metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau tehnik, antara lain sebagai berikut :.[4]

a.       Teknik nomatitik
Nomatatik merupakan pendekatan psikologi yang digunakan untuk memahami tabiat atau sifat-sifat dasar manusia dengan cara mencoba menetapkan ketentuan umum  dari hubungan antara sikap dan kondisi yang di anggap sebagai penyebab terjadinya sikap tersebut.

Pendekatan ini digunakan untuk mempelajari perbedaan-perbedaan individu.  penerapannya, nomatik ini mengasumsikan bahwa pada diri manusia terdapat suatu lapisan dasar dalam struktur kepribadian manusia sebagai sifat yang merupakan ciri umum kepribadian manusia. Ternyata dalam kajian ini manusia memiliki sifat dasar yang secara umum sama, perbedaan masing-masing hanya dalam derajat atau tingkatan saja.
 
b.      Teknik Analisis nilai (Value Analysis)
 
      Teknik ini di gunakan dengn dukungan analisis sttistik data yang terkumpul di klasifikasikan menurut teknik statistik dan di analisis untuk di jadikan penelitian terhadap individu yang di teliti.

c.       Teknik Idiography
Merupakan pendekatan psikologis yang digunakan untuk memahami sifat-sifat dasar (tabsat) manusia. Berbeda dengan Nomatik Idiografi lebih dipusatkan pada hubungan antara sifat-sifat yang dimaksud dengan keadaan tertentu dan aspek-aspek kepribadian yang menjadi ciri khas masing-masing individu dalam upaya memahamiseseorang.

d.      Teknik Penilaian Terhadap Sikap (Evaluation Attitudes Technique)
Digunakan untuk penelitian terhadap biografi, tulisan atau dokumen yang ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti. Berdasarkan dokumen tersebut, kemudian ditarik kesimpulan, bagaimana pendirian seseorang terhadap persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam kaitan hubungannya dengan pengalaman dan kesadaran agama.


2.      Kuestoner dan Wawancara
Metode koestoner dan wawancara digunakan untuk menyimpulkan data dan informasi yang lebih banyak dan mendalam secara langsung kepada responden.

Kelebihan-kelebihan metode tersebut adalah :
1.      Memberikan kemungkinan untuk memperoleh jawabanyang tepat dan segera, dan hasilnya dapat dijadikan dokumen pribadi tentang seseorang, serta dapat pula dijadikan data Nomatik.

Kelemahan-kelemahan metode kuestoner dan wawancara sebagai berikut :
a.       Jawaban yang diberikan terikat oleh pertanyaan sehingga responden tidak dapat memberikan jawaban secara lebih bebas.
b.      Sulit untuk menyusun pertanyaan yang mengandung tingkat relevansi yang tinggi.

Dalam penerapan metode kuestoner dan wawancara dilakukan dalam berbagai bentuk, antara lain :
1.      Mengumpulkan pendapat masyarakat (Publik Opinion Polls).
Teknik ini merupakan gabungan antara kuestoner dan wawancara, cara mendapatkan data adalah melalui pengumpulan pendapat khalayak ramai.

2.      Slaka Penelitian (Ratting Csale)
Digunakan untuk memperoleh data tentang faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan khas dalam diri seseorang berdasarkan pengeruh tempat dan keolmpok.

3.      Tes (Test)
Tes digunakan untuk mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu untuk memperoleh gambaran yang diinginkan biasanya diperlukan bentuk tes yang sudah disusun secara sistematis.

4.      Eksperimen
Teknik ini digunakan sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang melalui perlakuan khusus yang sengaja dibuat.

5.      Observasi Melalui Pendekatan Sosrologi dan Anhtropologi
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sosiologi dengan mempelajari sifat-sifat manusiawi orang per-orang atau kelompok.

6.      Studi agama berdasarkan pendekatan Antropologi budaya
Cara ini digunakan dengan membandingkan antara tindak keagamaan dengan menggunakan pendekatan psikologi.

7.      Pendekatan terhadap perkembangan
Digunakan untuk meneliti mengenai asal-usul dan perkembangan aspek psikologi manusia dalam hubungan dengan agama yang dianutnya.

8.      Metode klinis dan Proyektivitas
Metode ini memanfaatkan cara kerja klinis, penyembuhan dilakukan dengan cara menyelaraskan hubungan antara jiwa da agama.

9.      Metode umum proyektivitas
Metode ini berupa penelitian dengan cara menyadarkan sejumlah masalah yang mengandung makna tertentu. Selanjutnya penelitian pemperhatikan reaksi-reaksi yang muncul dari responden.

10.  Apersepsi Nomotatik
Caranya dengan menggunakan gambar-gambar yang samar. Melalui gambar-gambar yang diberikan, orang-orang yang diteliti, diharapkan dapat mengenal dirinya.

11.  Studi kasus
Studi khasus dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen catatan hasil wawancara atau lainnya untuk kasus-kasus tertentu. Juga bisa dilakukan berbagai teknik.

12.  Survei
Biasanya digunakan dalam penelitian sosial dan dapat digunakan untuk tujuan penggolongan manusia dalam hubungannya dengan Organisasi dalam masyarakat.

Metode kuestoner dan wawancara, dalam kaitannya dengan psikologi agama dapat digunakan dengan tujuan-tujuan sebagai berikut :
1.      Kepentingan pembahasan mengenai hubungan antara penyakit mental dengan keyakinan agama.
2.      Dijadikan bahan, guna membentuk kerja sama antara ahli psikologi dengan ahli agama.
3.      Kepentingan meneliti dan mempelajari kejiwaan para tokoh agama.



BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Metode dapat diartikan sebagai cara kerja yang sistematik dan umum, terutama dalam mencari kebenaran ilmiah

Psikologi agama termasuk psikologi khusus yang mempelajari sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan yang dianutnya berdasarkan pendekatan psiokologi.

Ada 2 metode penelitian dalam psiokologi agama :
1.      Dokumen pribadi (Personal Document)
2.      Kuestoner dan Wawancara.

B.            Saran
Hanya itu hasil makalah dari kami kelompok 4. Kalau ada kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini, penulis berharap kritik dan sarannya, demi kebaikan dalam perobahan terhadap makalah ini. Sehingga untuk selanjutnya makalah ini jadiu lebih baik.



KEPUSTAKAAN

-          Drs. Bambang Arifin Syamsul, Psikologi agama, CV. Pustaka Setia. Bandung, 2008
-          Prof. Dr. H. Ramayulis, Psikologi Agama, Kalam Mulia, Jakarta, 2002
-          Dr, Drajat Zakiah, dkk. Metode Pengajaran Agama Islam. Bumi Aksara, Jakarta, 2008


[1] Zakiah Drajat, Metode pengajaran Agama Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2008, halaman 1-2
[2] Ramayulis, Psikologi agama, kalam Mulia, Jakarta, 2002, halaman. 5.
[3] Metode Penelitian Yang Digunakan Dalam Psikologi Agama

[4] Bambang Syamsul Arifin, Ibid,halaman 21-26